LAPORAN
PRAKTIKUM
MK.
MANAJEMEN TERNAK POTONG dan KERJA
Oleh:
Putri Anggraini
NIM : E1C010034
Kelompok:
Nama Anggota Kelompok dan NIM:
1.
Desi Rustiani <E1C010027
>
2.
Meri Handayani < E1C010003>
3.
Hendri Afrizal < E1C008012>
4.
Putri Anggraini <E1C010034 >
5.
M. Ari kurniawan <E1C010052 >
Jurusan
Peternakan – Fakultas Pertanian
Universitas
Bengkulu
Juni 2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr, Wb.
Puji
syukur senantiasa kita panjatkan kepada allah SWT, dimana berkat rahmat dan
kesempatan yang telah diberikannya sehingga laporan ini bisa diselesaikan tepat
pada waktunya.
Laporan
ini disusun dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas akhir dari kegiatan
praktikum mata kuliah manajemen ternak potong dan kerja. Laporan ini masih
sangat jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran
demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Dengan
selesainya laporan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak
Dwatmadji selaku dosen pembimbing mata kuliah manajemen ternak potong dan
kerja, yang telah banyak meberi petunjuk, kepada para koAss praktikum manajemen
ternak potong dan kerja yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan praktikum,
serta pihak laboratorium jurusan Peternakan Fakultas pertanian Universitas
Bengkulu yang telah memfasilitasi kegiatan praktikum ini. Semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua, amin.
Bengkulu, juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Domba adalah salah satu ternak
pengahasil daging yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Daging
yang dihasilkan oleh ternak domba memilki kualitas yang cukup baik. Jika
dibandingkan dengan daging sapi dan kambing, daging yang dihasilkan oleh ternak
domba tidak jauh berbeda.
Ternak domba memiliki potensi yang
cukup baik untuk dikembangkan menjadi salah satu ternak penyumbang daging untuk
memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri. Ternak domba dapat hidup di negara
beriklim tropis seperti Indonesia. Kebutuhan pakan ternak domba juga tidak
terlalu jauh berbeda dengan kebutuhan ternak potong lainnya. Pertumbuhan ternak
domba dapat berlangsung dengan cepat apabilah pemeliharaannya sesuai dengan
teknis yang semestinya.
Kemampuan ternak domba mengkonversi
pakan di daerah tropis adalah sebesar 7,7 (Tomaszewska et
al. 1993). Dengan kemampuan
mengkonversi pakan sebesar itu berarti efisiensi penggunaan pakan oleh ternak
domba cukup tinggi.
Usaha peternakan domba dapat
menghasilkan berbagai macam produk mulai dari daging, woll, susu dan feses.
Namun usaha yang paling sering dilakukan adalah usah penggemukan dengan tujuan
untuk mendapatkan dagingnya. Sedangkan untuk wool dan feses merupakan hasil
sampingan dari proses penggemukan domba selama beberapa bulan.
Ternak domba biasanya dipelihara
dengan sistem pastura fattening, yaitu dilepas di padang gembala pada saat
siang hari dan malam harinya diletakkan di dalam kandang. Usaha penggemukan
ternak domba membutuhkan lahan yang cukup luas tergantung jumlah ternak domba
yang akan di gemukan.
Indonesia adalah negara yang memiliki
lahan yang cukup luas untuk dijadikan
sebagai lahan untuk usaha penggemukan ternak seperti ternak domba, namun potensi
lahan yang begitu baik ini belum sepenuhnya dimanfaatkan pemerintah untuk
mendirikan usaha yang berbasis penggemukan ternak yang hasilnya diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan daging dalam negeri sehingga nilai impor daging di
Indonesia dapat dikurangi. Padahal ternak domba sangat memiliki potensi untuk
dikembangkan. Karena begitu mudah untuk dikembangbiakan. Jika dikaji dengan
lebih mendalam, usaha penggemukan ternak seperti ternak domba ini dapat di
laksanakan di Indonesia ini.
Usaha peternakan domba belum terlalu
diminati oleh masyarakat Indonesia, selama ini usah ternak domba masih
dijadikan sebagi usaha rumahan yang kepemilikan setiap peternak rata-rata 3
ekor. Padahal jika dijalankan dengan baik dan ditekuni usaha peternakan domba
ini sangat meberikan keuntungan yang cukup besar.
1.2.Tujuan praktikum
Praktikum ini dilaksanakan dengan
tujuan sebagai berikut :
· untuk melihat bagaimana potensi sebuah usaha
penggemukan ternak domba sekala besar.
· Untuk melihat bagaimana gambaran umum penghitungan
laba rugi sebuah usaha penggemukan ternak domba sekala besar.
· Untuk mengetahui aspek apa saja yang harus
diperhatikan dalam sebuah usaha penggemukan ternak domba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Domba
seperti halnya kambing, sapi dan kerbau, tergolong dalam family Bavidae, domba
dan kambing pada hikikatnya merupakan 2 genus dari Bavidae yang berdekatan
meskipun demikian, ada erbedaan yang mencolok yakni domba dan kambing tidak
dapat dikawin silangkan.ciri domba yang paling gampng diamati adalah tanduk
domba berpenampang segitiga yang tumbuh melilit seperti seiral.
Beberapa jenis
domba yang tersebar diseluruh dunia seperti :
·
Domba Kampng
·
Domba Pariangan
·
Domba ekor gemuk
·
Domba Garut
·
Domba marino
·
Domba Rainbouillety
·
dll
a. Klasifikasi Domba
Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan
atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging
atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak. Ternak domba
termasuk dalam
Ø kingdom Animalia (hewan),
Ø filum Chordata (hewan bertulang belakang),
Ø kelas Mammalia (hewan menyusui),
Ø Ordo Artiodactyla (hewan berkuku genap),
Ø Family Bovidae (memamah biak),
Ø Genus Ovis (domba)
Ø Spesies Ovis aries (domba sudah didomestikasi)
(Blakely dan Bade, 1994).
b.
Domba Lokal
Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et
al. (1991) terdapat tiga jenis yaitu Domba Jawa Ekor Tipis,
1. Domba Jawa Ekor Gemuk,
2. Domba Garut dan
3. Domba Sumatra Ekor Tipis.
Inounu dan Diwyanto (1996) menyatakan bahwa terdapat dua
tipe domba yang paling menonjol di Indonesia yaitu Domba Ekor Tipis (DET) dan
Domba Ekor Gemuk (DEG) dengan perbedaan galur dari masing-masing tipe.
Asal-usul domba ini tidak diketahui secara pasti, namun diduga Domba Ekor Tipis
berasal dari India dan Domba Ekor Eemuk berasal dari Asia Barat (Williamson dan
Payne, 1993).
Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak
dipelihara oleh masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan. Domba lokal
adalah domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi
iklim tropis, mampu memakan pakan dengan kualitas rendah, dan memiliki sifat seasonal
polyestrus sehingga dapat beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki
tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang beragam, bentuk ekor yang kecil dan
tidak terlalu panjang.
Domba Ekor Tipis merupakan ternak domba yang paling
banyak populasinya dan paling luas penyebarannya. Menurut Subandriyo dan
Djajanegara (1996) Domba Ekor Tipis mempunyai sifat reproduksi yang baik.
Namun, Domba Ekor Tipis ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial
karena karkas yang dihasilkan sangat rendah yaitu sekitar 45-55% dari bobot
hidup (Tomaszewska et al,. 1993).
c. Kebutuhan Zat Makanan Domba
Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus
disesuaikan dengan kebutuhan ternak tersebut. Jumlah dan kualitas pakan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas ternak. Kebutuhan
nutrisi oleh ternak bervariasi sesuai dengan jenis dan umur fisiologis yang
berbeda (Sutardi, 1980). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
nutrisi ternak antara lain adalah jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan
lingkungan dan aktivitas fisik (Haryanto, 1992). Kebutuhan nutrisi ternak
dikelompokkan menjadi komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan
vitamin. Komponen-komponen utama tersebut diperoleh dari zat makanan yang masuk
kedalam tubuh ternak. Konsumsi ruminansia dipengaruhi oleh jenis pakan, usia,
bobot badan, jenis kelamin, suhu, manajemen dan kandungan nutrisi, (Arora,
1989).
Menurut Anggorodi (1990) energi adalah salah satu
komponen yang penting dalam pakan untuk pertumbuhan. Energi ini digunakan untuk
hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot dan sintesa jaringan baru. Ternak
membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk
produksi serta kebutuhan reproduksi (Anggorodi, 1990). Menurut Siregar (1996)
kebutuhan pokok adalah kebutuhan zat-zat makanan untuk memenuhi proses hidup
saja seperti menjaga fungsi tubuh tanpa adanya suatu kegiatan dan produksi,
sedangkan kebutuhan produksi adalah kebutuhan zat nutrisi untuk pertumbuhan,
kebuntingan, produksi susu dan kerja.
Protein merupakan senyawa kimia yang tersusun atas
asam-asam amino. Protein merupakan unsur penting dalam tubuh ternak dan
diperlukan terus-menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis (NRC,
2006). Protein berfungsi sebagai zat pembangun karena protein merupakan bahan
pembentuk jaringan-jaringan baru yang terjadi dalam tubuh, protein digunakan
sebagai bahan bakar jika kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi oleh
karbohidrat dan lemak. Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan dalam
bentuk protein kasar, sebagian besar protein kasar yang diperlukan oleh ternak
dapat dipenuhi dalam bentuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea,
tetapi sebagian lagi dipenuhi dalam bentuk protein yang sebenarnya. Kebutuhan
protein domba dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur, fisiologis, ukuran
dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi protein (Ensminger,
1993).
d. Kebutuhan Domba Fase Pertumbuhan
Penampilan seekor ternak merupakan hasil dari suatu
proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkesinambungan tanpa berhenti dalam
seluruh hidup ternak tersebut, yang pada setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda tergantung lingkungan. Pertumbuhan
umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan berat badan dan tinggi. Menurut
Anggorodi (1990), pertumbuhan murni mencakup pertumbuhan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan
semua jaringan-jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat
tubuh. Pertumbuhan adalah peningkatan berat badan hidup seekor ternak sampai
mencapai berat tertentu sesuai dengan kemasakan tubuhnya. Pertumbuhan
selanjutnya didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi perubahan
bobot hidup, bentuk dimensi linier dan komposisi tubuh termasuk perubahaan
organ-organ dan jaringan tersebut berlangsung secara gradual hingga tercapai
ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut
(Soeparno,1994). Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas
ransum yang diberikan. Menurut Parakkasi (1999) Jumlah pakan yang diberikan
pada ternak sehari-hari harus lebih banyak dari kebutuhan hidup pokok agar
ternak tidak mengalami kesulitan produksi. Kebutuhan bahan kering untuk domba
fase pertumbuhan atau dengan bobot badan sekitar 15-25 kg adalah 3% dari bobot
badannya atau sekitar 400-500g/ekor/hari (NRC, 2006).
Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan adalah genetik
dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan adalah pakan, pakan sangat
berperan penting dalam masa pertumbuhan seekor domba. Status fisiologis yang
berbeda menyebabkan kebutuhan zat makanan domba berbeda. Kandungan zat makanan
untuk domba pada periode pertumbuhan adalah 55% TDN, 9,5% PK, 0,20% Ca dan
0,18% P (NRC, 2006). Kebutuhan bahan kering untuk domba fase pertumbuhan atau
dengan bobot badan sekitar 25-35 kg adalah 3% dari bobot badannya atau sekitar
500- 600g/ekor/hari (NRC, 2006).
e. Kebutuhan Domba Bunting
Penampilan reproduksi domba dapat dipergunakan sebagai
petunjuk kemampuan produktivitas ternak domba. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penampilan reproduksi adalah genetik dan lingkungan. Pakan merupakan salah satu
faktor lingkungan yang sangat penting untuk induk bunting. Pengaruh negatif
dari kekurangan pakan terhadap organ reproduksi pada domba muda dapat bersifat
permanen (Thalib et al., 2001). Kebutuhan zat makanan untuk domba yang
sedang bunting adalah 59% TDN, 9,5% protein, 0,33% Ca dan 0,16% P (NRC, 2006).
f. Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh faktor genetik,
lingkungan dan interaksi keduanya. Faktor genetik berhubungan dengan kecepatan
dan sifat tumbuh yang diwariskan oleh tetuanya dan jenis ternak. Faktor
lingkungan diantaranya adalah manajemen dan pakan (Church, 1991).
Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur
perrtumbuhan adalah dengan pengukuran bobot badan. Pertambahan bobot badan
adalah kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat makanan yang terdapat dalam
pakan menjadi produk. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang
dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan makanan ternak. Dari data
pertumbuhan bobot badan akan diketahui nilai suatu zat makanan dari suatu
ternak (Church dan Pond, 1988). Menurut Maynard dan Loosly (1979) kecepatan
pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan
zat-zat nutrisi dalam pakan, semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak
akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Menurut NRC
(2006) pertambahan bobot badan harian domba sekitar 100 g/ekor/hari, sedangkan
menurut Tomaszewska et al. (1993) pertambahan bobot badan harian domba
untuk daerah tropis adalah 70 g/ekor/hari, sementara hasil penelitian dari
Wardhani (2006) pertambahan bobot badan untuk domba lokal Jonggol adalah 47
g/ekor/hari dan hasil penelitian Saputra (2008) pertambahan bobot badan domba
lokal Jonggol yang sedang bunting adalah 69 g/ ekor/hari.
g. Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi
untuk mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup (Church, 1991). Konversi
pakan digunakan untuk mengetahui efisiensi produksi karena erat kaitannya
dengan biaya produksi. Semakin rendah nilai konversi pakan maka efesiensi
penggunaan pakan semakin tinggi. Menurut Wahju (1997) pertumbuhan yang baik
belum tentu menjamin keuntungan maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik disertai
biaya ransum yang minimum akan mendapatkan keuntungan maksimal. Menurut NRC
(2006) konversi pakan domba sekitar 5,74, sedangkan menurut Tomaszewska et
al. (1993) konversi pakan domba untuk daerah tropis adalah 7,7.
Efisiensi dari penggunaan pakan termasuk dalam program
pemberian pakan yang diukur dari konversi pakan atas bobot badan hidup domba.
Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan bobot
badan tertentu dalam waktu yang ditentukan. Konversi pakan ditentukan
berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi
pakan, kandungan energi dan penyakit (Parakkasi, 1999). Konversi pakan juga
dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi, bobot badan, gerak atau
aktivitas tubuh, musim dan suhu dalam kandang. Kualitas pakan yang dikonsumsi
oleh ternak semakin baik maka semakin efisien dalam penggunaan pakan
(Parakkasi, 1999).
h.
Bahan Pakan Ternak
Ø Pakan Sumber Energi
Energi adalah salah satu komponen yang penting dalam
pakan untuk pertumbuhan. Energi ini digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan,
gerak otot dan sintesa jaringan baru. Ternak membutuhkan energi untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi serta kebutuhan reproduksi,
kebutuhan ini tergantung dari proses fisiologis ternak (Anggorodi, 1990).
Kebutuhan energi ternak untuk hidup pokok adalah jumlah energi dalam pakan yang
harus dikonsumsi setiap hari bukan untuk mendapat ataupun kehilangan energi
tubuh, energi tersebut digunakan untuk memelihara dan mempertahankan keutuhan
tubuhnya. Kebutuhan untuk produksi dan reproduksi adalah energi di atas
kebutuhan hidup pokok yang dimanfaatkan untuk proses-proses produksi dan
reproduksi (NRC, 2006). Ensminger (1993) menyatakan bahwa kekurangan energi
merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi pada domba, yang dapat
disebabkan oleh kekurangan pakan atau mengkonsumsi pakan dengan kualitas yang
rendah.8
Sumber energi utama domba adalah dari pastura atau
hijauan makanan ternak, hay, dan silase. Bahan pakan sumber energi yang juga
biasa digunakan untuk ternak ruminansia berupa biji-bijian dan umbi-umbian
seperti pollard, onggok, dedak, ampas tahu dan jagung. Jagung merupakan bahan
baku sumber energi yang berkualitas baik dengan komposisi zat makanan TDN 81%
dan protein 11% (NRC, 2006). Jagung juga merupakan pakan yang palatabilitasnya
tinggi untuk ternak. Onggok pakan sumber energi untuk ternak, yang berasal
limbah dari pembuatan tepung tapioka dan ketersediaannya cukup melimpah di
Indonesia terlihat dari jumlah produksi singkong yang terus meningkat dan
mencapai >20 juta ton per tahun (BPS, 2008). Komposisi zat makanan onggok
TDN 78,3% dan protein 1,87 % (NRC, 2006).
Ø Pakan Sumber Protein
Protein merupakan senyawa kimia yang tersusun atas
asam-asam amino. Protein merupakan unsur penting dalam tubuh ternak dan
diperlukan terus-menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis (NRC,
2006). Protein yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia yaitu protein kasar dan
protein yang dapat dicerna. Menurut Siregar (1994) kebutuhan protein ternak
ruminansia sebagian dipenuhi dari protein mikroba dan sebagian lagi dari
protein pakan atau ransum yang lolos dari fermentasi di dalam rumen (protein
bypass).
Bahan pakan sumber protein yang biasa digunakan untuk
ternak ruminansia adalah bungkil kelapa. Bungkil kelapa merupakan limbah
industri minyak kelapa yang dapat dimanfaatkan ternak. Kualitas bungkil kelapa
bervariasi tergantung pada cara pengolahan dan kualitas bahan baku. Berdasarkan
komposisi kimianya, bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak,
kandungan protein dari bungkil kelapa mencapai 21,3 % (NRC, 2006).
i. Produktivitas Ternak Domba
Sifat produksi dan reproduksi pada ternak dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungan. Diperkirakan terdapat 9.514.184 ekor domba
di Indonesia pada tahun 2007 yang sebagian besar berada di pulau Jawa dan
merupakan peternakan rakyat (Ditjen Peternakan, 2008). Tingkat mortalitas yang
tinggi akibat pengelolaan, kurang cermatnya deteksi berahi atau waktu
perkawinan yang tidak tepat, pemotongan ternak yang semakin meningkat dan
kurangnya perhatian terhadap segi pemuliaan merupakan masalah yang
berkaitan dengan rendahnya peningkatan populasi ternak di Indonesia (Toilehere,
1985). Penggunaan bibit yang baik, tidak memotong induk yang masih produktif
dan menerapkan sistem manajemen pemeliharaan yang lebih baik dan efesien serta
peningkatan usaha pengendalian penyakit merupakan usaha yang sangat diperlukan
dalam mempertahankan dan meningkatkan populasi ternak di Indonesia (Inounu dan Soedjana,1998).
j. Reproduksi Ternak Domba
Penampilan reproduksi domba dapat dipergunakan sebagai
petunjuk kemampuan produktivitas ternak domba. Menurut Dihardjo (1995)
sifat-sifat umum reproduksi merupakan suatu proses fisiologis yang kompleks dan
banyak ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Domba lokal pada umumnya
memiliki sifat reproduksi yang baik, hal ini terlihat dari frekuensi melahirkan
dan tingkat kelahiran kembar yang tinggi serta adaptasi yang baik. Menurut
Toelihere (1985) aktivitas reproduksi pada ternak secara umum dapat berlangsung
sepanjang tahun dan tidak terlihat adanya pengaruh musim atau iklim.
Guna menunjang keberhasilan reproduksi ternak betina
yang mempunyai sifat unggul, Toilehere (1985) menerangkan bahwa teknologi IB
(inseminasi buatan) terbukti sangat efektif. Selain IB menurut Gattenby (1995),
dalam meningkatkan keberhasilan reproduksi dengan cara flushing. Flushing merupakan
pemberian pakan tambahan dengan maksud untuk meningkatkan ovulasi (Hatfiled,
1978). Prinsip dari flushing yaitu pemberian pakan berkualitas baik pada
2-3 minggu sebelum dikawinkan (Ensminger, 1993). Perlakuan flushing dengan
menggunakan bahan pakan yang berkualitas baik selama 6-8 minggu akan
mempengaruhi hipotalamus untuk merangsang pituitary anterior untuk meningkatkan
faktor pelepas FSH dalam proses pertumbuhan dan pematangan folikel serta
bekerjanya LH dalam merangsang terjadinya ovulasi.
k. Aktivitas Reproduksi Domba
Reproduksi merupakan suatu proses perkembangbiakan suatu
mahluk hidup, dimulai sejak bersatunya sel telur dengan sel sperma. Hasil
penggabungan kedua sel ini membentuk zigot. Zigot ini akan terus berkembang
selama kebuntingan dan diakhiri dengan kelahiran anak. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses reproduksi adalah jarak antar beranak, jarak antar
melahirkan sampai bunting kembali, angka kebuntingan, rataan jumlah kebuntingan
per perkawinan (Dihardjo, 1995). Menurut Devendra dan Mcleroy (1982) jenis
domba di Indonesia pada umumnya mempunyai sifat reproduksi yang baik, hal ini
terlihat pada frekuensi melahirkan dan tingkat kelahiran kembar yang tinggi,
serta adaptasi yang baik.
l.
Siklus Berahi
Pada jenis-jenis ternak tertentu, awal reproduksi pada
ternak betina ditandai dengan munculnya tanda-tanda berahi yang biasa terjadi
pada musim kawin. Pada ternak domba musim kawin sangat dipengaruhi oleh tempat
domba dipelihara, misalnya musim kawin domba-domba subtropik bersifat seasonal
breeder, sedangkan untuk domba-domba yang berada di daerah tropik, sifatnya
continous breeder (Hafez, 1993).
Proses reproduksi baik untuk jantan maupun betina
ditandai dengan kemampuannya memproduksi benih pertama kali (masa pubertas).
Ciri-ciri ternak yang sedang berahi adalah terlihat tingkah laku menggesekkan
badannya pada pejantan, mengibas-ngibaskan ekornya, sering urinasi dan siap
menerima pejantan untuk kopulasi yaitu tidak memperlihatkan pemberontakan pada
saat dinaiki. Dewasa kelamin pada domba dapat tercapai pada umur 6-8 bulan
dengan kondisi makanan yang baik atau berdasarkan berat badan, dewasa kelamin
tercapai ketika domba mencapai berat badan sekitar 50%-70% dari berat badan
dewasa (Hafez, 1993).
Siklus berahi merupakan jarak waktu berahi periode
pertama dengan berahi periode berikutnya. Jarak berahi terjadi sekitar 11-19
hari dengan rata-rata 16,7 hari (Toelihere, 1985). Siklus berahi terbagi
menjadi empat fase yaitu fase proestrus, fase estrus, fase metestrus
dan fase diestrus, faktor-faktor yang mempengaruhi siklus berahi
secara umum diantaranya adalah umur ternak, bangsa, perubahan panjang siang dan
panjang malam hari, suhu lingkungan, kualitas makanan dan kehadiran pejantan
(Tomaszewska et al., 1991).
m. Fertilitas dan Kebuntingan
Toelihere (1985) menyatakan bahwa fertilitas seekor
ternak ditentukan dari tinggi rendahnya nilai service per conception,
calving rate dan calving interval. Service per conception yaitu
keberhasilan kebuntingan dalam satu kali perkawinan. Calving rate adalah
jumlah anak yang dihasilkan per kebuntingan sedangkan calving interval adalah
jumlah hari atau bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya
(Sudono, 1983).
Kebuntingan merupakan suatu interval atau waktu antara
setelah terjadinya fertilisasi sampai dengan kelahiran (Partus) (Jainudeen dan
Hafes, 1980). Lama kebuntingan pada ternak berbeda-beda. Demikian halnya umur
kebuntingan domba juga berbeda tergantung dari bangsa, pemberian pakan, kondisi
lingkungan, kandang dan manajemen pemeliharaan dari domba tersebut, umur
kebuntingan domba sekitar 144-155 hari. Menurut Toelihere (1985), kebuntingan
dimulai pada saat terjadinya fertilisasi dan diakhiri pada waktu kelahiran,
lama kebuntingan dipengaruhi oleh genetik walaupun dapat juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor maternal, foetal dan lingkungan.
n.
Tipe Kelahiran
Tipe kelahiran ternak domba terdiri dari tipe kelahiran
tunggal dan kembar. Seekor induk mampu melahirkan satu, dua bahkan tiga dalam
sekali beranak. Tipe kelahiran dapat digunakan sebagai kriteria untuk
menentukan tingkat kesuburan (Toelihere, 1985). Kesuburan atau fertilitas ternak
domba dicerminkan oleh keteraturan induk beranak kembar.
Menurut Inounu et al. (1999) rataan jumlah anak
domba per kelahiran 1,77 ekor per induk, sementara Tiesnamurti (2002)
menyatakan bahwa domba mampu melahirkan anak 1,98 ekor anak per kelahiran. Menurut
Gattenby (1991) rataan jumlah anak domba yang dilahirkan di daerah tropis
adalah 1,36 ekor per kelahiran. Faktor yang mempengaruhi jumlah anak
sekelahiran adalah genetik, manajemen dan interaksi antara manajemen dan
paritas induk, bangsa induk serta pertambahan bobot badan induk (Dimsoski et
al., 1999). Penelitian Harahap (2008) mendapatkan hasil bahwa bertambahnya
umur induk akan meningkatkan jumlah anak per kelahiran, sementara menurut
Blakely dan Bade (1994) perlakuan flushing pada domba betina dapat
meningkatkan terjadinya kelahiran kembar.
BAB III
MATODE PRAKTIKUM
3.1.
Asumsi Yang
Digunakan Untuk Pembuatan Diagram Breding
Diagram
breding yang digunakan dalam penghitungan populasi ternak domba yang akan
digemukan dibuat dengan mengasumsikan jumlah populasi awal yang dikembangkan
adalah 10600 ekor untuk betina dan 1060 ekor untuk pejantan. Jumlah betina dan
pejantan diasumsikan berbanding 10:1. Setiap 10 ekor betina dikawini oleh 1
pejantan. Perkawinan dilakukan sedemikian rupa agar tidak terjadi inbreeding
antar ternak.
Diagram
breding ini dinuat dengan asumsi usaha penggemukan dilakukan selama 4 tahun
mulai dari tahun 2010 sampai tahun 2013.
3.2.
Cara Pembuatan
Diagram Breding Dan Perhitungan – Perhitungan
Diagram
breding dibuat dengan sedemikian rupa untuk mengikuti alur perkembangbiakan
ternak domba yang dipelihara untuk digemukan. Diagram breding dibuat di kertas
milimeter dengan perbandingan yang dihitung secara teliti dan sedemikian rupa.
Kertas
mililmeter dibagi menjadi beberapa bagian yang mewakili jumlah hari, bulan dan
tahun. Ini dilakukan dengan tujuan agar mudah menentukan kapan saatnya domba
melahirkan, kapan saatnya domba jantan dijual, dan kapan saatnya populasi
ternak domba bertambah dan berkurang.
3.3.
Cara Menyusun
Dalam Excel
Selain
dibuat diagram breeding pada kertas milimeter, untuk memudahkan penghitungan
laba rugi usaha peternakan domba ini. Data-data yang berhubungan dengan usaha
dihitung didalam tabel dengan menggunakan program MS. Excel.
Data
yang dihitung dengan menggunakan Ms. Excel adalah mulai dari data populasi,
kebutuhan pakan, berat badan, kebutuhan lahan, kebutuhan kandang, penjulan
pejantan, penjualan kompos dan penrhitungan total untung rugi usaha selama empat
tahun.
3.4.
Jadwal Praktikum
Praktikum
dilaksanakan selama beberapa minggu dengan beberapa kali tatap muka.
Dilaksanakan pada setiap hari senin pukul 04.00 WIB bertempat di gedung kuliah
bersama 1.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perhitungan populasi
Perhitungan populasi dimulai sejak
pemasukan iduk pertama (G0) yaitu sejumlah 10.600 ekor untuk betina
dan 1.060 ekor untuk pejantan. Pada tahun pertama populasi mengalami penambahan
sebesar 31.800 ekor yang terdiri atas 15.900 ekor untuk pejantan dan 15.900
ekor betina. Ini merupakan generasi pertama (G1) yang dilahirkan
oleh induk. Jumlah ini diperoleh dari jumlah induk X Litter size X 50%* dan
pejantannya adalah 15.900 ekor, yang mana jumlah tersebut didapat dari: jumlah induk X Litter
size (3) X 50%*. Begitu juga untuk jumlah
populasi yang merupakan keturunan ke dua (G2), ke tiga (G3), ke empat (G4) dan
keturunan ke lima (G5). Karena berasal dari induk yang sama.
Sedangkan
untuuk generasi pertama keturunan G1.1 jumlah anaknya adalah sebesar 23.850
ekor untuk betina dan 23.850 ekor untuk pejantan. jumlah ini didapat dari
jumlah induk (15900) x liter size(3) x 50%. Begitu juga untuk jumlah populasi
yang juga merupakan keturunan dari G1.2, G1.3, G2.1, G2.2 dan G3.1, karena
berasal dari jumlah induk yang sama yaitu 15.900 ekor.
Dan untuk
generasi keturunan G1.1.1. jumlah anaknya adalah sebesar 35.775 ekor untuk
betina dan 35.775 ekor untuk pejantan. Jumlah ini didapat dari : jumlah induk
(23.800) x litter size (3) x 50%. Begitu juga untuk jumlah populasi yang juga
merupakan keturunan dari G.1.1.2, G1.2.1, dan G.2.1.1, karena berasal dari
jumlah induk yang sama yaitu 23.800 ekor.
Setiap
memasuki usia dewasa kelamin dan dewasa tubuh 90% dari total anak setiap
keturunan yang jenis kelaminnya jantan dijual, dan 10% disisakan untuk menjadi
induk. Karena total pejantan yang dibutuhkan adalah 10 % dari total induk
betina.
4.2. Perhitungan kebutuhan kandang dan lahan untuk kandang
Tabel kebutuhan kandang dan total luas
lahan untuk kandang ada pada lampiran. Pembangan kandang dilakukan setiap kali
akan ada penambahan jumlah populasi, total luas kandang yang dibangun
disesuiakan dengan jumlah penambahan poplasi. Kebutuhan luas kandang untuk tahun
pertama untuk populasi G0 adalah adalah seluas 23.320 m2. Dengan estimasi
kebutuhan dana untuk membangun kandang seluas itu adalah sebesar Rp. 4.664.000-,.
Berikutnya pada bulan juni, dilakukan pembangunan kandang lagi untuk anak –
anak dari generasi G1 yang membuthkan lahan seluas 63.600 M2 dan
dana sebesar Rp.12.720.000.
Untuk tahun kedua terjadi pembangunan
kandang sebanyak 2 kali. Pembangun dilakukan Pada bulan maret, oktober dan
desember. Pada bulan maret jumlah lahan yang dibutuhkan untuk penambahan jumlah
unit kandang adalah sebesar 63.600 m2 dan dana yang diperlukan
adalah sebesar Rp. 12.720.000,-. Pada bulan oktober jumlah luas kandang yang
akan dibangun adalah seluas 66.780 m2, dan dana yang dibutuhkan
adalah senilai Rp. 13.356.000,-. Dan untuk pembangunan kandang pada bulan
desember luas kandang yang akan dibangun adalah seluas 63.600 m2,
dan dana yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 12.720.000,-.
Pada tahun ketiga penambahan luas
kandang dilakukan pada bulan juli dan september. Pada bulan juli total luas
kandang yang akan dibangun adalah seluas 162.180 m2, dan dana yang
dibutuhkan untuk pembangunan kandang tersebut adalah sebesar Rp. 32.436.000,-.
Sedangkan untuk pembangunan kandang pada bulan september membutuhkan luas lahan
seluas 26.70 m2, dan dana yang dibuthkan adalah sebesar Rp.
4.134.000,-.
Dan pada tahun keempat penambahan luas
kandang dilakukan pada bulan februari, april dan november. Pada bulan april
luas kandang yang akan dibangun adalah seluas 114.480 m2, dan total
dana yang dibutuhkan untuk membangun kandang seluas itu adalah sebesar Rp.
22.896.000,-. Untuk pembanguna kandang pada bulan april total luas lahan yang
dibutuhkan adalah seluas 286.200 m2, dan total dana yang dibutuhkan
adalah sebesar Rp. 57.240.000,- dan untuk pembangunan kandang pada bulan
november total luas lahan yang dibutuhkan adalah seluas 378.420 m2,
dengan total dana yang diperlukan adalah sebesar Rp. 75.684.000,-.
Jadi total dana yang dikeluaarkan
untuk pembangunan kandang selama 4 tahun adalah sebesar Rp.248.570.000,-. Dan
total luas lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan kandang adalah seluas 1.224.850
ha.
4.3.Perhitungan pakan dan lahan untuk hijauan pakan ternak
Konsumsi pakan ternak domba sama
dengan jumlah konsumsi pakan ternak ruminansia lainnya, yaitu 10% dari berat
badan untuk pakan hijauan dan 1% dari berat badan untuk pakan konsentrat. Kebutuhan pakan hijauan dan pakan
konsentrat untuk ternak domba ini setiap tahunnya mengalami perubahan karena
setiap tahun terjadi perubahan jumlah populasi. Untuk tahun pertama total
kebutuhan pakan konsentrat adalah sebesar 3.301 ton tahun kedua 7.937,1 ton,
tahun ketiga sebesar 20.015 ton dan tahun keempat sebesar 45.408 ton. Total
dana yang harus dikeluarkan untuk pembelian pakan konsentrat selama 4 tahun
adalah Rp. 153.322.110.000,-.
Sedangkan untuk pakan hijauan total
kebutuhan untuk tahun pertama adalah sebesar 1.100,3 ton, tahun kedua sebesar
2.645,8 ton, tahun ketiga sebesar 6.671,6 ton dan tahun keempat adalah sebesar
15.136,0 ton. Sehingga total pakan hijauan yang dibutuhkan adalah sebanyak
25.553,7 ton. Total lahan yang diperlukan adalah seluas 23.826 ha.
4.4.Perhitungan kebutuhan SDM
Tenaga
kerja yang dipakai berjumlah 10 orang, dengan gaji perbulan Rp. 1.000.000,- jadi total
biaya untuk gaji selama 4 tahun(48 bulan) = Rp. 48.000.000,-
4.5.Perhitungan investasi untuk point 2, 3, dan 4
Total dana yang dikeluarkan untuk
usaha peternakan domba ini adalah :
Biaya pembuatan kandang + biaya pembelian pakan
konsentrat + biaya karyawan
Rp.248.570.000,- + Rp. 153.322.110.000,- + Rp. 48.000.000,- =
Rp.153.618.680.000,-.
4.6.Perhitungan penjualan ternak jantan
Ternak domba yang dijual adalah ternak
domba yang jantan yang telah memasuki usia dewasa tubuh dan dewasa kelamin.
Jumlah ternak yang dijual adalah 90% dari total jumlah anak domba yang lahir
setiap kelahiran per generasi. Selama empat tahun terjadi penjualan ternak
jantan sebanyak 7 kali. Dengan jumlah total sebanyak 135.945 ekor dengan harga
Rp. 450.000,- per ekor. Sehingga total pemasukan yang diterima dari hasil
penjualan ternak jantan adalah sebesar :
Rp. 61.175.250.000,-.
4.7.Perhitungan Penjualan Kotoran Ternak
Selain penjualan ternak jantan, usaha ini juga
menerima pemasukan dari hasil penjualan kotoran ternak (feses) yang dihasilkan
ternak domba selama pemeliharaan. Penjualan feses dilakukkan setiap bulan,
feses dijual dengan harga Rp. 2.500/ kg atau Rp. 2.500.000,- / ton. Estimasi
jumlah feses yang dihasilkan oleh ternak domba adalah sebesar 3% dari berta
tubuhnya. Jadi total jumlah feses yang dihasilkan selama 4 tahun adalah
sebanyak 229.983 ton. Sehingga total pemasukan yang diterima dari hasil
penjualan feses selama 4 tahun adalah sebesar Rp. 574.957.912.500,-.
4.8.Perhitungan Untung Dan Rugi
Total pemasukan yang diterima selama 4 tahu usaha
berjalan adalah sebesar :
Total pemasukan – total pengeluaran = Rp.153.618.680.000,-. –
Rp. 636.133.162.500,- = Rp. 482. 514.482.500,-.
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Dari hasil perhitungan diatas dapat
disimpulkan bahwa selama empat tahun usaha ini berjalan, total keuntugan yang
diperoleh oleh peternak adalah sebesar Rp. 482.514.482.500,-.
Walaupun total
keuntungan yang diperoleh dari perhitungan diatas belum merupakan keuntungan
bersih karena masih banyak biaya produksi lainnya yang belum dihitung termasuk
biaya pajak. Namun usaha ini memberikan keuntungan yang cukup besar untuk
dikembangkan.
5.2.Saran
Saran saya mungkin jika ingin memperhitungkan
keuntungn dan kerugian yang diterima dala sebuah usaha pengembangan ternak
potong seperti ternak domba, mungkin jumlah variabel pengeluarannya diperjelas,
sehingga total dana yang keluar dan total dana yang masuk dapat dihitung lebih
jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.
Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba
pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2008.
Statistik Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian,
Jakarta.
Blakely, J. & D. H. Bade, 1994.
Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Church, D. C & W. G. Pond. 1988.
Basic Animal and Feeding. John Willey and Son. New York, Singapore.
Church, D. C. 1991. Digestive
Physiologi and Nutrition of Ruminants. Oregon State University Press,
Carvallis, Oregon.
Devendra, C. & G. B. Mcleroy.
1982. Goat and Sheep Production in The Tropics. 1st Edition.
Oxford University Press. Oxford.
Diharjo, P. S. 1995. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.
Dimsoski, P., J. Tosh, J. C. Clay
& K. M. Irvin. 1999. Influence of management system on litter size, lamb
growth and carcass charateristics in sheep. J. Anim. Sci. 77 : 1037-1043.
Direktorat Jendral Bina Produksi
Peternakan. 2008. Statistik Peternakan. Direktorat Jendral Bina Produksi
Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Ensminger, M. L. 1993. Feed and
Nutrition 2nd Edition. The Ensminger Publishing. Company, California.
Gattenby, R. M. 1991. Sheep Production
in the Tropic and Sub-Tropic. Tropical Agriculture Series. London.
Gattenby, R. M. 1995. Sheep. University of Edinburg. England.
Hafez, E. S. E. 1993. Hormones Growth
Factors and Reproduction. In: E. S. E. Hafes (Editor) Reproduction Animals. 6th Edition.
Lea and Febriger, Philadelphia.
Harahap, A. S. 2008. Pengaruh umur
terhadap performa reproduksi induk Domba Lokal yang digembalakan di UP3
Jonggol. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haryanto, B. 1992. Pakan Domba dan Kambing. Prosiding. 11 : 345-352.
Hatfield, J. 1978. Sheep. 2nd Edition. Printer and
Publisher Inc. Denville Illinois.
Iniguez , L., M. Sanhez & S.P.
Ginting. 1991. Productivity of Sumatran sheep in a system integrated with
rubber plantation. Small Ruminant Research. 5: 303- 307.
Inounu, I. & K. Diwyanto.1996.
Pengembangan ternak domba di Indonesia. J. Anim. Sci. XV (3):61-68.
Inounu, I. & T. D. Soejana. 1998.
Produktivitas ternak domba prolifik: analisis ekonomi. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner 3(4): 215-224.30
Jaenudeen, M. R. & E. S. E.
Hafes. 1980. Gestation, Prenatal Physiology and Parturation In: E. S. E. Hafes,
ed Reproduction in farm. Lea and Febiger. Philadelphia.
Mattjik, A. A. & I. M.
Sumertajaya. 2002. Perancangan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab.
Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor-Press, Bogor.
Maynard, L. A. A & J. K. Loosly.
1979. Animal Nutrition. 4 th. McGrow-Hill Book Company, Inc.
New york.
National Research Council. 2006.
Nutrient Requirement of Sheep. National Academy Press, Washington.
Parakkasi,A. 1999. Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Pond, W. G., D. C. Church & K. R.
Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Edition.
Jhon Wiley and Sons Press, New York.
Saputra, Y. 2006. Penampilan produksi
anak domba selama periode prasapih di UP3 Jonggol. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Siregar, S. B. 1996. Pengaruh
ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan kambing dan Domba
Lokal didaerah Yogyakarta. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Subandriyo & Djajanegara. 1996.
Potensi produktivitas ternak domba di Indonesia. Seminar Nasional Peternakan
dan Veteriner. 8:23-31.
Sudono, A. 1983. Produksi Sapi Perah,
Departemen Ilmu Produksi Ternak,. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu
Nutrisi, Departemen Ilmu Makanan Ternak,. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sutiyono, Risko, E. T. Setiatin, B.
Puboyo, L. M. S. Lestari & R. Adiwinarti. 1999. Pengaruh flushing terhadap
kecepatan dan lama berahi pada domba yang diserentakkan berahinya menggunakan
progesteron. J. Med. Pet. 7 (2):1-7.
Thalib, A., P. Sitepu & R. H.
Matondang. 2001. Pengaruh flushing terhadap performans sapi dara turunan
brahman. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2: 197-202.
Thalib, A. D., H. Hartadi, D.
Suherman & Mulyani. 2001. Pengaruh kombinasi defaunator dan probiotik
terhadap ekosistem rumen dan performan ternak domba. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner 6 (2):83-88.
Tiesnamurti, B. 2002. Kajian genetik
terhadap induk Domba Priangan peridi ditinjau dari aspek kuantitatif dan
molekuler. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar