Selasa, 15 Juli 2014

Laporan Praktikum Reproduksi dan Inseminasi Buatan


LAPORAN PRAKTIKUM
Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Seleksi Ternak Jantan Sebagai Pejantan

559px-Unib.svg.png


NAMA : PUTRI ANGGRAINI
NPM : E1C010034
KELAS : B















JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011




BAB I
Pendahuluan
1.1.            Latar belakang

IB adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina.
Pejantan yang akan diambil semennya untuk dikoleksi haruslah pejantan yang unggul, dalam artian memiliki penampilan fisik yang bagus dan prilaku yang menunjukakan bahwasanya pejantan itu adalah pejantan yang baik. Untuk mengetahui keunggulan seekor pejantan bisa dilakukan dengan melalui pengamatan langsung dilapangan. Seleksi pejantan dilaksanakan agar nantinya didapatkan keturunan yang unggul dari hasil IB yang dilakukan dengan menggunakan semen dari pejantan itu. Jika tidak dilakukan seleksi dikhawatirkan nantinya keturunan yang dihasilakn tidak sesuai dengan yang diinginkan, atau inseminasi yang dilakukan tidak berhasil karena semen yang dipakai bukan semen dari pejantan yang unggul.
1.2.        Tujuan
Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan,melakukan seleksi ternak jantan dari jenis ruminansia kecil dan besar serta unggas dengan pengamatan langsung secara visual dilapangan.




BAB II
Landasan teori

Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Hafez, 1993).
Penerapan bioteknologi IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu semen beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana (inseminator) dan pengetahuan zooteknis peternak. Keempat faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere, Penerapan bioteknologi IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu semen beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana (inseminator) dan pengetahuan zooteknis peternak. Keempat faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere, 1997).
Seekor pejantan bisa diakatakan sebagai pejantan yang unggul, dan semennya bisa dikoleksi untuk program inseminasi buatan dapat dilihat dari performa fisik atau morfologi dari pejantan itu sendiri, selain itu bisa juga dilihat dari recording atau catatan performa reproduksi.











BAB III
Metodologi praktikum

3.1. Alat dan bahan
·       Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
Tape(alat ukur)
Timbangan badan
·            Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
Sapi jantan
Domba jantan
Kambing jantan

3.2. Langkah kerja
·         Ternak jantan dikendalikan dengan baik
·         Mengamati bentuk tubuh ternak jantan :proposional, kelengkapan anggota badan
·         Menimbang berat badan ternak jantan dan mencatat hasil penimbangan
·         Mengamati bentuk dan kelengkapan organ reproduksi eksternal
·         Mengukur lingkar scrotum (scrotum circumference) menggunakan pita ukur dan mencatat hasil pengukuran
·         Melepas liarkan ternak jantan dikawanan ternak jantan lainnya , mengamati tingkah laku ternak jantan , agresivitas , kelainan seksual dsb.
·         Melepas liarkan ternak jantan dikawanan ternak betina. Mengamati tingkah laku ternak jantan: libido, agrevitas dsb..
·         Mencatat hasil pengamatan pada lembar kerja.



BAB IV
Hasil dan pembahasan

4.1. Hasil
       Hasil yang diperoleh dalam praktikum adalah sebagai berikut:
         Identitas sampel
·         Sapi 1
v  Lingkar scrotum 18 cm
v  Scrotum simetris
v  Tubuh lengkap
v  Proposional
v  Agresif
·         Sapi 2
v  Scrotum tidak simetris
v  Agresif
v  Tubuh lengkap
v  Proposional
·         Sapi 3
v  Scrotum tidak simetris
v  Tubuh lengkap
v  Tidak proposional
v  Jinak/ tidak agresif

·         Kambing satu
v  Scrotum simetris
v  Lingkar scrotum 7 cm
v  Agresif
v  Organ tubuh lengkap
v   Tidak proposional
·         Kambing 2
v  Scrotum simetris
v  Tubuh tidak proposional
v  Lingkar scrotum 6 cm
v  Belum memiliki tanduk
·         Kambig 3
v  Scrotum simetris
v  Lingkar scrotum 23 cm
v  Agresif
v  Organ tubuh lengkap
v  Proposional memiliki tanduk

·         Domba 1
v  Scrotum simetris
v  Lingkar scrotum 25 cm
v  Tubuh lengkap
v  Proposional
v  Tidak agresif
v  Warna putih


·         Domba 2
v  Warna hitam putih
v  Agresif
v  Badan kecil dan kurus
v  Lingkar scrotum 17 cm
v  Tubuh lengkap

·         Domba 3
v  Lingkar scrotum 22 cm
v  Scrotum simetris
v  Agresif
v  Warna coklat
v  Gemuk
v  Proposional


4.2. Pembahasan
  Dilihat dari hasil praktikum, bangsa sapi untuk pejantan nomor 1 bisa dikatakan sebagai pejantan yang unggul, karena semua ciri –ciri fisik atau penampilan morfologinya semuanya terlihat baik. Namun tidak demikian dengan pejantan nomor 2 dan 3, kedua pejantan ini memiliki penampilan fisik yang kurang mendukung untuk bisa dijadikan sebagai seekor pejantan karena keduanya memilki scrotum yang tidak simetris, sedangkan bentuk dan ukuran scrotum menunjukan kemampuan si pejantan dalam menghasilkan semen.
Untuk bangsa kambing pejantan nomor 1 dan 2 tidak bisa dijadikan pejantan karena keduanya memilki ukuran tubuh yang sangat tidak proposional. Keduanya juga memiliki bbetuk dan ukuran scrotum yang masih sangat jauh dari kata normal. Sedangkan untuk pejantan nomor 3 dilihat dari penampilan fisiknya dan keagresifannya bisa dijadikan sebagi pejantan unggulan.
Pada bangsa domba, untuk pejantan nomor 1 tidak bisa dijadiikan sebagi pejantan karena sikap keagresifannya kurang. Sedangkan untuk pejantan nomor 2 dan 3 bisa dijadikan sebagai pejantan karena kedua – duanya memiliki penampilan fisik dan sifat keagresifan yang sempurna dan tinggi.




BAB V
PENUTUP
5.1 kesimpulan

       Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
o   Seekor pejantan bisa dijadikan sebagai penjantan yang bisa diambil semennya untuk dikoleksi harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya memiliki penampilan fisik atau morfologi yang baik dan bagus.


 5.2. Saran
·         Alangkah lebih baiknya, jika peralatan praktikum dilengkapi lagi, dan pengamatan yang dilakukan lebih mendetail lagi.






DAFTAR PUSTAKA

Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. pp. 424-439.

Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Edisi ke-2. Angkasa, Bandung. 292 hal.

2 komentar: