LAPORAN PRAKTIKUM
Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Seleksi Ternak Jantan Sebagai Pejantan

NAMA : PUTRI ANGGRAINI
NPM : E1C010034
KELAS : B
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011
BAB I
Pendahuluan
1.1.
Latar belakang
IB adalah proses memasukkan sperma ke
dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting
tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah
bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin
jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit)
pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam
yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul
dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina.
Pejantan yang akan diambil semennya
untuk dikoleksi haruslah pejantan yang unggul, dalam artian memiliki penampilan
fisik yang bagus dan prilaku yang menunjukakan bahwasanya pejantan itu adalah
pejantan yang baik. Untuk mengetahui keunggulan seekor pejantan bisa dilakukan
dengan melalui pengamatan langsung dilapangan. Seleksi pejantan dilaksanakan
agar nantinya didapatkan keturunan yang unggul dari hasil IB yang dilakukan
dengan menggunakan semen dari pejantan itu. Jika tidak dilakukan seleksi
dikhawatirkan nantinya keturunan yang dihasilakn tidak sesuai dengan yang
diinginkan, atau inseminasi yang dilakukan tidak berhasil karena semen yang
dipakai bukan semen dari pejantan yang unggul.
1.2.
Tujuan
Praktikum ini dilaksanakan dengan
tujuan,melakukan seleksi ternak jantan dari jenis ruminansia kecil dan besar
serta unggas dengan pengamatan langsung secara visual dilapangan.
BAB II
Landasan teori
Konsep dasar dari teknologi ini adalah
bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin
jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit)
pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam
yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang
unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Hafez,
1993).
Penerapan
bioteknologi IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu semen
beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana
(inseminator) dan pengetahuan zooteknis peternak. Keempat faktor ini
berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan
menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan
reproduksi tidak optimal (Toelihere, Penerapan bioteknologi IB pada ternak
ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu semen beku, ternak betina sebagai
akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana (inseminator) dan pengetahuan
zooteknis peternak. Keempat faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan
bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah,
dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere,
1997).
Seekor
pejantan bisa diakatakan sebagai pejantan yang unggul, dan semennya bisa
dikoleksi untuk program inseminasi buatan dapat dilihat dari performa fisik
atau morfologi dari pejantan itu sendiri, selain itu bisa juga dilihat dari
recording atau catatan performa reproduksi.
BAB
III
Metodologi
praktikum
3.1. Alat dan bahan
· Alat
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
Tape(alat
ukur)
Timbangan
badan
·
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
Sapi
jantan
Domba
jantan
Kambing
jantan
3.2. Langkah kerja
·
Ternak jantan dikendalikan dengan baik
·
Mengamati bentuk tubuh ternak jantan
:proposional, kelengkapan anggota badan
·
Menimbang berat badan ternak jantan dan
mencatat hasil penimbangan
·
Mengamati bentuk dan kelengkapan organ
reproduksi eksternal
·
Mengukur lingkar scrotum (scrotum
circumference) menggunakan pita ukur dan mencatat hasil pengukuran
·
Melepas liarkan ternak jantan dikawanan
ternak jantan lainnya , mengamati tingkah laku ternak jantan , agresivitas ,
kelainan seksual dsb.
·
Melepas liarkan ternak jantan dikawanan
ternak betina. Mengamati tingkah laku ternak jantan: libido, agrevitas dsb..
·
Mencatat hasil pengamatan pada lembar
kerja.
BAB IV
Hasil dan pembahasan
4.1. Hasil
Hasil yang diperoleh dalam praktikum adalah sebagai berikut:
Identitas sampel
·
Sapi 1
v Lingkar
scrotum 18 cm
v Scrotum
simetris
v Tubuh
lengkap
v Proposional
v Agresif
·
Sapi 2
v Scrotum
tidak simetris
v Agresif
v Tubuh
lengkap
v Proposional
·
Sapi 3
v Scrotum
tidak simetris
v Tubuh
lengkap
v Tidak
proposional
v Jinak/
tidak agresif
·
Kambing satu
v Scrotum
simetris
v Lingkar
scrotum 7 cm
v Agresif
v Organ
tubuh lengkap
v Tidak proposional
·
Kambing 2
v Scrotum
simetris
v Tubuh
tidak proposional
v Lingkar
scrotum 6 cm
v Belum
memiliki tanduk
·
Kambig 3
v Scrotum
simetris
v Lingkar
scrotum 23 cm
v Agresif
v Organ
tubuh lengkap
v Proposional
memiliki tanduk
·
Domba 1
v Scrotum
simetris
v Lingkar
scrotum 25 cm
v Tubuh
lengkap
v Proposional
v Tidak
agresif
v Warna
putih
·
Domba 2
v Warna
hitam putih
v Agresif
v Badan
kecil dan kurus
v Lingkar
scrotum 17 cm
v Tubuh
lengkap
·
Domba 3
v Lingkar
scrotum 22 cm
v Scrotum
simetris
v Agresif
v Warna
coklat
v Gemuk
v Proposional
4.2. Pembahasan
Dilihat
dari hasil praktikum, bangsa sapi untuk pejantan nomor 1 bisa dikatakan sebagai
pejantan yang unggul, karena semua ciri –ciri fisik atau penampilan
morfologinya semuanya terlihat baik. Namun tidak demikian dengan pejantan nomor
2 dan 3, kedua pejantan ini memiliki penampilan fisik yang kurang mendukung
untuk bisa dijadikan sebagai seekor pejantan karena keduanya memilki scrotum
yang tidak simetris, sedangkan bentuk dan ukuran scrotum menunjukan kemampuan
si pejantan dalam menghasilkan semen.
Untuk bangsa kambing pejantan nomor 1
dan 2 tidak bisa dijadikan pejantan karena keduanya memilki ukuran tubuh yang
sangat tidak proposional. Keduanya juga memiliki bbetuk dan ukuran scrotum yang
masih sangat jauh dari kata normal. Sedangkan untuk pejantan nomor 3 dilihat
dari penampilan fisiknya dan keagresifannya bisa dijadikan sebagi pejantan
unggulan.
Pada bangsa domba, untuk pejantan nomor
1 tidak bisa dijadiikan sebagi pejantan karena sikap keagresifannya kurang.
Sedangkan untuk pejantan nomor 2 dan 3 bisa dijadikan sebagai pejantan karena
kedua – duanya memiliki penampilan fisik dan sifat keagresifan yang sempurna
dan tinggi.
BAB V
PENUTUP
5.1
kesimpulan
Dari hasil praktikum
dapat disimpulkan bahwa:
o
Seekor pejantan bisa dijadikan sebagai
penjantan yang bisa diambil semennya untuk dikoleksi harus memenuhi beberapa
persyaratan diantaranya memiliki penampilan fisik atau morfologi yang baik dan
bagus.
5.2. Saran
·
Alangkah lebih baiknya, jika peralatan
praktikum dilengkapi lagi, dan pengamatan yang dilakukan lebih mendetail lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Hafez, E.S.E. 1993. Artificial
insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6th Ed. Lea
& Febiger, Philadelphia. pp. 424-439.
Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan
pada Ternak. Edisi ke-2. Angkasa, Bandung. 292 hal.
assalamualaikum... izin jadikan buat referensi yah :)
BalasHapusSangat membantu. Terimaksih embak.
BalasHapus